“Solidaritas Rakyat Alor Tolak (Sorot) melakukan
penolakan Kota Terpadu Mandiri (KTM) dan Pemukiman Transmigrasi Baru (PTB) dengan
berberapa alasan, yakni: (1) menghilangkan hak ulayat masyarakat adat dan lahan
produktif, (2) sosialisasi tidak melibatkan seluruh lapisan masyarakat, (3)
salah prosedur karena tidak melewati tahapan adatiah” (Suara Alor, edisi
ke-10, Minggu ke II Oktober 2011).
Sedangkan menurut Alor Pos (edisi
327 tahun VIII/ Minggu II Oktober 2011)
mengatakan, “1) bahwa kawasan wilayah geografis Alor
Timur-Pureman, Alor Timur Laut, Alor Selatan, Mataru yang didominasi oleh
kawasan hak ulayat dan hutan konservasi, 2) dapat menghilangkan hak ulayat
masyarakat adat dan menghilangkan lahan produktif bagi masyarakt local sebagai
sumber pendapatan melalui hasil perkebunan, pertanian dan peternakan, 3)
penyerahan tanah sangat tidak benar karena belum ada peraturan daerah tentang
hak ulayat, 4) terdapat banyak rekayasa dalam penandatanganan berita acara
penyerahan tanah, 5) sosialisasi tidak melibatkan seluruh unsur lapisan
masyarakat adat dalam kerangka penyerahan tanah, 6) KTM bukanlah satu-satunya
solusi pembangunan dalam mengentas kemiskinan, 7) kembalikan hak ulayat
masyarakat yang telah diambil/diserahkan kepada pemda, 8) …akan berdampak pada
konflik horizontal berkepanjangan”.
Kalau kita mencermati berita dari berbagai media
yang ada di kabupaten Alor, persoalan yang digempakan oleh Sorot, perlu kita
acungi jempol karena masih ada pemuda yang berjiwa kritis, heroic, dan
mempunyai pemikiran ke depan. Sungguh luar biasa! Tetapi, pertanyaan yang
kemudian muncul adalah, apakah Sorot sudah benar-benar mengkritisi secara dalam
apa yang dipersoalkan? Jika sudah, apakah Sorot benar-benar representatif dari masyarakat Tanglapui? Yeah, may be yes, may be no.
Sorot Anti KTM
dan PTB
Albert Enstein berkata dalam opininya Gusti Hingmane,
di Media Informasi dan Komunikasi Undana (No.145/
Desember 2010), “Kebelummerdekaan ini akan selalu terjadi bukan karena
kejahatan yang dilakukan oleh penjahat, tetapi akibat perbuatan kita yang
membiarkan ketidakmerdekaan terjadi pada kita. Hal ini menunjukkan besar dosis
dampak bahaya yang ditimbulkan oleh penjahat itu masih kalah dibandingkan
dengan besarnya dampak kesalahan yang diperbuat oleh masyarakat yang
mendiamkan, acuh tak acuh, membiarkan bebas tanpa kontrol, atau bersikap masah
bodoh terhadap kejahatan yang terjadi”.
Kutipan di atas, saya alamatkan kepada para pemuda
yang mengatasnamakan Sorot. Saya sangat bangga melihat Sorot dimana dapat
mengkritisi program pemerintah, yakni KTM dan PTB di Kabupaten Alor. Tetapi,
kekritisan --yang didemonstrasikan-- itu harus benar-benar untuk kepentingan
umum. Jangan sampai melakukan demonstrasi karena ada faktor pendorong.
Misalkan, diberi uang, diberi jabatan, atau faktor relasi dari actor yang
adalah lawan politik di daerah ini, dan lain-lain. Perlu diingat oleh kita
semua dengan statement presiden pertama RI dalam opininya Yusuf
Sudarso di Suara Alor, edisi ke
9, Minggu IV, September 2011: 2, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir
penjajah, tetapi perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”.
Negeri ini akan hancur, kalau anda, kaum muda, selalu diotaki oleh otak-otak
kotor. Otak anti pemerintah.
Kepada teman-teman perjuang, yang mengatas namakan Sorot,
coba anda merefleksi diri dengan beberapa kutipan ini, “anda dibilang tidak
punya tanah di Tanglapui” (Ombay News, edisi 126/II, Minggu III Oktober 2011: 1
& 11). Dijelaskan juga, “22 kepala suku Tanglapui (Talpi) pemilik tanah ulayat telah
menyerahkan tanah ulayat kepada Pemda. Mereka tidak mempermasalahkan sikap yang
telah diambil” (Ombay News, edisi 126/II, Minggu II Oktober 2011: 1 & 11; Alor
Pos, edisi 327, tahun VII, Minggu II Oktober, 2011: 15). Diperjelas lagi dengan
statement dari 22 kepala suka, “22 kepala suku tersebut mengutuk, mengecam, dan
menentang oknum-oknum, kelompok-kelompok atau organisasi manapun yang menghalangi,
menghambat rencana diadakan pembangunan KTM dan PTB” (Moris Weni dalam
Voice, Ombay News, edisi 126/II, Minggu III Oktober 2011). Pemerintah daerah (Pemda)telah
melakukan beberapa tahapan sosialisasi, melalui Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Ombay News, edisi 126/II, Minggu II Oktober 2011, hlm. 11; Alor Pos, edisi 327, tahun VII, Minggu
II Oktober, 2011, hlm.
15). Sudah ada surat-surat dari kepala suku di Tanglapui dengan disetujui oleh
para kepala desa dan ketua BPD No: 01/TA/2011, tanggal 17 januari 2011,
perihal: mohon dibangun KTM dan PTB yang
ditujukan kepada Bupati dan Ketua DPRD Alor; lahan
yang berada di dalam kawasan hutan lindung tentunya tidak bisa dimanfaatkan
karena bertentangan dengan UU Kehutanan; tidak ada rekayasa dalam
penandatanganan berita acara dalam penyerahan tanah; tidak ada perampasan
tanah (Alor Pos, edisi 327, tahun VII,
Minggu II Oktober, 2011, hlm.
15).
Kalau benar Sorot adalah kumpulan pemuda yang
kritis, heroic dan pemikir ke depan, coba dipahami apa yang ditantangnya dan
apa yang dijawab pemerintah dan diminta masyarakat Tanglapui! Semua persoalan
yang diungkapkan oleh Sorot dijawab oleh pemerintah dan didesak masyarakat
Tanglapui, seperti ada pada paragraph-paragraf di atas. Sebenarnya yang harus
dilakukan oleh Sorot, adalah: pertama, jangan membiarkan penjajahan
atau ketidakmerdekaan itu terjadi di negeri ini, seperti kata Albert Enstein.
Sorot harus ikuti terus perkembangan KTM dan PTB. Laksana spion untuk KTM dan
PTB. Jika ada penyelewengan, tuntaskan itu dengan mendesak pihak-pihak yang
terkait. Kedua, usahakan jangan
menjadi musuh untuk hal-hal yang baik. Atau anti pemerintah. Apalagi, melakukan
keonaran untuk kepentingan pribadi atau ada unsur lain, misalkan, diberi uang,
jabatan, relasi atau ada senior yang memimpin, dan lain sebaginya. Tetapi,
tantanglah mereka yang melakukan penyelewengan untuk kepentingannya sendiri. Katakanlah,
anggota DPRD kita yang dililit Surat Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif yang menelan
uang berkisar di atas 1 miliyar lebih. Kasihan benar masyarakat Alor, sudah
miskin, anggota DPRD-nya dililit SPPD fiktif.
KTM dan PTB adalah program
pemerintah yang sangat baik untuk saudara-saudara kita di sana, di Tanglapui,
dan sekitarnya. Lagipula, hal ini sudah diamanatkan Undang-undang No. 29 tahun
2009. Biarkan saudara-saudara kita dapat menikmati manfaatnya. Biarkan mereka
merasa kesejahtraan dan pemerataan pembangunan daerah. Mari penduli mereka!
Mari kita utamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi! Semoga!